jembatan teksas

Pernah tau jembatan teksas?

jembatan teksas, univ. Indonesia
Jembatan penghubung antara TEKnik dan SAStra. Waktu jadi mahasiswa baru, jembatan ini sering diomongin. Terlebih pas ada kegiatan yang harus jalan kaki dan harus lewat jembatan ini. Namanya jembatan “cinta“. Bukan fakta baru kalau teknik dominan laki-laki, dan sastra dominan perempuan. Dijembatan cinta inilah kaum laki-laki dan perempuan dipertemukan. Jodohnya anak teknik, ya anak sastra. Begitu ceritanya.

Seiring berjalannya waktu, untuk merasakan momen jembatan cinta ini tak semudah seperti dongeng yang banyak beredar. Namun tak mematahkan semangat sedikitpun untuk bermimpi suatu saat akan bertemu dengan cinta dijembatan ini. Tidak ada yang spesial dijembatan ini, berwarna merah kokoh diatas danau lebar hijau.

Mimpi itu sederhana. Ketika hujan datang dan menjebak dijembatan ini, akan ada sesosok yang datang –tentu dengan payungnya- untuk menjemput dan berbagi teduhan bersama. Sesederhana hanya air yang jatuh membasahi setitik titik, dan sesederhana niat untuk menjemput atau menyelamatkan bahkan menikmati titik hujan bersama.

Dan disanalah dia.....sosok yang memang begitu adanya. Tidak terpikir akan datang namun tetap berharap ia datang. Tepat didepan mata dengan payung-biru-manis, hasil pinjaman ke temannya.

Dan disinilah memulai. Teduhan super kecil, dengan badan umur remaja 20taunan, tidak semelindungi itu dari air hujan. Namun tetap geli menggelitik dari tiap titik yang menciprat ke baju membuat tawa renyah keluar berkali-kali.

THERE HE IS!
Mungkin sosok itu cinta, entah sesaat atau selamanya. Tapi bisa dipastikan saat itu, ialah cinta. Ialah yang mewujudkan mimpi berbasahan dijembatan ini bersamanya dengan cinta. Obrolan ringan menentang hujan, saling berjalan teramat pelan menghindari rintikan. Tidak bisa saling menatap, terlalu serius memilih langkah dan jalan. Saling rapat demi mengurangi efek rintikan yang nakal membasahi baju.

Jembatan teksas beratap. Namun tetap bercelah hingga tak terelakan tetesan menyusup masuk. Dan diperjalanan ini, dari sastra menuju teknik, bertebarlah segala rasa. Dingin yang menyisir, debaran jantung yang menyeruak, tawa yang meletup, kaku yang menyelip, hingga suara yang tercekat karena semuanya terasa ada.

Hujan bukan sekedar hujan. Hujan berupa air begitu indah hingga memukau mata, ingin sekali merasakan, meskipun tak ingin basah. Dengan dia, ingin sekali merasakan hujan. Meskipun tak ingin dibilang bodoh berhujanan tanpa payung seperti bocah. Dengan dia ingin rasakan dilindungi dan merasa aman dibawah teduhan seadanya. Dengan dia yang rela ada disana untuk merasakan ini semua.

Kepada dia yang mungkin belum bisa menangkap seberapa hujan begitu berarti dan indah tak terperi, terimakasih sebanyak tetesan hujan yang datang berbondong pada kita kemarin sore.

Kepada dia yang saat ini sudah tidak seperti kemarin sore, jangan pernah bodoh untuk mengelak hujan, mengelak apapun yang akan datang tanpa bisa dicegah. Hanya harus tetapkan sikap, bagaimana menikmati ini semua. Nyatanya, hujan yang kadang tak diharapkanpun, nikmat bukan? Begitu juga dengan semua yang sedang kita hadapi saat ini.

Berbahagialah.

-karunika

Comments

Popular posts from this blog

My life directly is directed by the Director..

Renjana.

rokok itu jahat